SPIRAL

Kawat berduri melilit dan menggantung tetapi, aku tidaklah mati…
Aku hidup karena tidak bisa merasakan sakit, mengapa? aku bisu!
Sepatah kata seperti beban berat; Ingin menancap paku tetapi
tanah terlalu jauh dari pijakan. Meludah tak sampai basah,
menusuk kulit seperti terbius tengah-tengah bercinta sepah.
Binalnya kawat berduri melilit habis, tebas api dan angin, meraung.
Satu persatu tiap sengketa tumbang bagai rumput patah tulang.

Yang disebut sebagai mayat adalah bukanlah yang terpaku diam
tetapi, kepada yang hidup namun tak berujar dan bersikap.
Matinya hidupmu adalah kelopak yang tidak mau berkembang,
walaupun sinar memperkosanya tetapi tak satu pun helai
yang rontok dari pijakan. Tak runtuh dari rajam dan tusuk.
Aku adalah yang bukanlah mayat tersebut. Lihatlah! Aku masih
diam tak berucap tetapi, mataku berotasi dan nafasku membelah
debu-debu di bawah dan angin-angin di sekitar. Meraung anjing.

Semakin lama kawat berduri menjilati seluruh lapisan leherku,
Aku tidak merasakan sakit, hanya dapat mendengar endapan
pori-pori kulit mendefinisikan arti kata bebal dan sontoloyo.
Menerima setiap suapan nasi basi dan sampah busuk dari semua
yang berlalu lalang--yang tidak bereaksi melepaskan ikatan--
hanya memberikan makanan, tanpa memberikan minuman.
Aku bukan hiburan! Aku bukan hiburan! Aku butuh disanggah!

Ah! Aku bisa gila! Kawat berduri ini semakin membuatku meringis
karena aku buta, karena aku tuli, karena aku bisu!
Semua hal tentanglah pintu yang menjadi masa depan,
dari pelepasan hukuman gantung dan juga, dari
segala macam mati rasa dan kepala batu.

4 Agustus 2010
ALEX JHON - PROSA LYRIK