KUMAN

Mereka bernaung dan berdoa, meriuhkan suasana berpesta
dan mabuk membantai yang bukanlah kaum Gehenna.
Memuja sangat, sampai penis meronta-ronta minta disembelih
agar bisa dielu-elukan gemanya membesar ke hadapan
para pegunungan tinggi; fatamorgana persepsi. Tipuan! Tipuan!
Satu lebih banyak daripada sepuluh, ataupun enam naga.
Mencoba mencabulkan semua naga menjadi para Gehenna
Sekiranya mereka tertawa menang, tak lain tercemas lirih.

Bedebah tengah memisahkan lautan dan membuat dinding
Sekeras baja dan setumpul kertas. Bebal gentong nyaring.
Mungkin ada! Mungkin ada! Persepsi penyatuan para naga
agar naga-naga tunduk sebuah gunung, menciumi hingga luruh
dan ombak lilin meleleh menenggelamkan mereka sehingga
para kaum Gehenna menari-nari di atas para mayat sembelih.
Lalu, menyembahkan darah para naga kepadanya, Dybbuk.

Mereka akan menenggelamkan satu persatu dan meneriakkan
kata-kata sambil menelan hati para naga, satu persatu…
Mencoba melepah dan menelan setiap jengkal ladang surga
dari orang-orangan punggung naga; menerkam dengan
persepsi tersebut… Persepsi sekeras baja dan setumpul kertas.
Hanya otot, darah dan daging. Semuanya fana. Semuanya!

Mungkin para Gehenna harus disimpan rapat-rapat dalam
dunia yang; api adalah air, bangkai adalah jubah, darah adalah udara.
Mungkin setelah itu mereka mau sadar bahwa, mereka hanya manusia;
bukanlah dewa, bukanlah pesuruh apalah, bukanlah pengantar pesan,
Yang jelas, tidak ada untungnya menjadi mereka. Toh mereka yang
bertabir emas itu hanya persepsi, biarlah hanyut lebur membusuk.
Mereka hanya manusia, tetapi lebih rendah dari ternak potong.
Mereka hanyalah kuman bergema nyaring hampa di atas para naga.

5 Agustus 2010
ALEX JHON - PROSA LYRIK