BENCANA DI DUA DUNIA
Seorang dewa memang seharusnya tidak bisa dikalahkan kecuali oleh sesama dewa lain ataupun manusia yang memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Beberapa abad sebelum kerajaan Anglo-Saxon bahkan Mesapotamia berdiri, gerbang astral pemisah Bhumiraga dan Ruparaga sempat terbuka oleh dalih kerakusan beberapa raja Ruparaga sehingga menyebabkan ketidak-seimbangan antara alam dan daya magisnya di Bhumiraga, saat itulah terjadi banjir bandang terbesar yang dapat diingat oleh sejarah manusia Bhumiraga.
Banjir bandang itu pun berdampak pula pada keseimbangan dunia Ruparaga; di mana Bhumiraga diporak-porandakan oleh hibahan air yang datang entah darimana, Ruparaga pun tidak mau ketinggalan terkena imbasnya; kawasan demi kawasan terpecah belah oleh gempa bumi yang menyemburkan lahar panas di sana-sini, petir bergemuruh dan menusuk-nusuk permukaan bumi hingga retak berkeping-keping bagai pecahan kaca tipis. Sekitar 800 kerajaan hancur baik di Bhumiraga maupun di Ruparaga. Kejadian fatal tersebut terjadi selama tujuh hari tujuh malam sehingga para Dewa Primordial akhirnya membangun kembali struktur ekosistem baru bagi para penghuni kedua alam naas tersebut.
Pasca kejadian itu, ada sebuah ruak kecil antara kedua dunia. Beberapa penghuni Ruparaga, termasuk para raja-raja yang membuka gerbang tersebut terkejut melihat kerapuhan dan juga keindahan alam Bhumiraga yang walaupun telah ditempa kehancuran masih saja terlihat mempesona. Para penghuni Ruparaga tersebut pun sadar bahwa kaum mereka lebih kuat dalam kekuatan sihir sehingga mereka berpikir untuk menyebrang gerbang kecil tersebut, menuju ke Bhumiraga, menguasai dunia para manusia tanpa sihir.
Kejadian ini tentu tidak mungkin lepas dari pengawasan para pendeta gerbang astral dan juga para Dewa Primordial. Sebagian besar daripada penghuni Ruparaga yang haus kekuasaan ini dapat ditarik kembali dari Bhumiraga namun, sebagian lagi cukup licik dengan mengubah wujud dan menyembunyikan kekuatan sihir mereka rapat-rapat sehingga tidak bisa dideteksi oleh para pengawas.
Setelah bencana tujuh hari itu, para Dewa Primordial dan beberapa dewa bawahan mereka akhirnya dapat memperbaiki kondisi geografis kedua alam dan mulai memperbaiki, menutup ruak kecil tersebut di gerbang astral. Mereka melakukan perbaikan ini selama hampir 200 tahun lamanya namun butuh berabad-abad untuk membuatnya kembali normal seperti sedia kala.
Kurang lebih 200 tahun lamanya ruak itu ‘ditambal’ sehingga para penghuni Bhumiraga dan Ruparaga pun lama-kelamaan hanya menganggap bencana banjir bandang dan gempa mematikan tersebut hanyalah sebuah dongeng belaka, cerita nenek moyang turun-temurun dan sepatah legenda.
Namun, dongeng tersebut menyisakan beberapa dampak yang membuat kemungkinan dalam abad-abad berikutnya, gerbang tersebut bisa terbuka kembali.