ARDOR 04: Démence

Démence
Seburia Cognac
1992

BANCI! Semua orang sudah kebal melihat gelagatnya, tetapi bukan yang ini. Bukan hanya banci, ini memalukan frasa kata 'banci' itu sendiri. Kenikmatan sesaat adalah bukanlah hal yang tabu baginya. Tanpa itu, dunia adalah hambar. Perbuatan liar seorang pria berjiwa wanita.

Semua hal pasti ada sebuah keterkaitan dengan masa lalu. Tetapi… masa lalunya adalah bukan sebuah alibi melainkan hal terkecil dari sebuah pernyataan dan kesaksian dari perubahannya dari seorang pemuda berkulit hitam yang bermata besar dan tebal ini menjadi seorang setengah, entah apa…

Perlakuan dan perkataan khalayak umum sudah menjadi hal yang biasa, bahkan, ia berani mengatakan secara terbuka bahwa ia 'gay'. Tetapi ia pun juga memalukan bagi kaum homoseksual itu sendiri. Pengejarannya itulah yang membuatnya menakutkan, si pemuda hitam setengah Asia Indonesia dan Polinesia dan itu menjadikannya blasteran domestik entah bagaimana yang selalu ia banggakan.


Ia bukan orang asing, ia hanya seorang mahasiswa biasa, dan ia sangat suka kehidupan malam, minuman liar dan… pria. Semua jenis pria; muda, kecil, bahkan mungkin, jika pengejarannya semakin menggila; ia akan mengejar bibit pria-pria yang sekiranya gagah nantinya. Apapun yang berdada bidang dan beraroma maskulin. Dan mata serta seluruh tubuhnya akan bergejolak liar bagai kuda tanpa pelana. Itulah dia, pria homoseksual yang setengah banci dan tak bermoral, Seburia Cognac. Nama samaran. Ia tak pernah, dan tak akan pernah mau menggunakan nama aslinya. Dan ini adalah sepenggal kisahnya sebelum ia tiba pada titik di mana ia akan menyesali hidupnya sendiri.

Anggap sajalah menyaksikan peristiwa si Seburia ini sebelum ia menjadi sesuatu yang tidak biasa.

###

SEBURIA Cognac adalah nama yang semestinya, kisah ini bukan tentang dia yang asli, tetapi lebih padanya yang sebenarnya di dalam. Di dalam seorang pria itu dan semuanya.

Kisah ini dimulai ketika Seburia baru menginjakkan kakinya di Sydney untuk mengejar impiannya untuk menjadi seorang penyanyi.

Di negara asalnya, Indonesia, ia sudah merasa memiliki nama—anggaplah klub-klub malam underground sudah menjadi langgangan untuk memajang namanya.

Sydney baginya adalah kota impian, ia tahu bahwa negara ini memiliki kebebasan dalam keintiman, bahkan melaju untuk pernikahan. Seburia ingin mengakhiri kesendirian dan petualangannya. Ia ingin menetapkan hatinya. Lagipula… ia juga tahu bahayanya hidup terlalu bebas. Di sinilah ia akan memulai, menapakkan kakinya melalui trotoar yang teramat gemilang dan panas yang segar membasahi kulitnya yang cokelat dan berminyak. Seburia sudah kebal akan mata-mata sinis itu. Maka, penduduk kota ini pun seakan-akan bukan memandangnya aneh melainkan spesial. Ia merasa seperti itu… setidaknya.

Kini Seburia telah berbekal identitas baru. Bukan hal yang sulit. Keluarganya yang kaya. Dan lagi, ia anak satu-satunya dan membuat perilakunya mudah diterima oleh keluarganya kala itu. Kini, Seburia tak ragu lagi berjalan berlenggak-lenggkok bagai seorang penari, memakai frasa dan artikulasi nada seorang banci atau kota ini menyebutnya lebih pada, 'Drag Queenest' ataupun ”Ass-snapper” di malam yang luar biasa matang ini.

Make-up itu pun, Seburia tak akan pernah lupa, selalu. Dan setiap kali ia mencoba melamar di berbagai klub yang menyajikan suara sebagai hiburan, ia akan mencobanya dalam suara bas yang menggetarkan ataupun sopran yang melengking—ia bisa keduanya. Seburia sudah memiliki bakat semenjak ia merasa tak betah di negara asalnya itu.

Setiap malam ia akan mencari klub; jenis apapun; entah itu klub lama, jazz, klab bagi orang normal ataupun klub-klub khusus bagi sejenisnya. Apapun akan ia lakukan sementara ini sampai ia sudah merasa memiliki pekerjaan halal. Ya! Seburia sudah agak menyadari  bahwa seks liar cukup membahayakan.

Ha! Mungkin penyesalannya sudah terlambat, entahlah! Tetapi ia berusaha, dengan nama Seburia Cognac dan make-up dan kadang baju wanita yang agak berlebih. Ia akan tampil prima. Kadang dengan wig warna-warni ataupun dengan rambut pendek aslinya yang hitam dengan sedikit sentuhan rambut pirang di sana-sini. Membuatnya terlihat agak sedikit kaukasia.

Pencariannya kini dimulai kembali malam ini, malam yang sedikit bersalju.

Salju. Di negaranya tidak pernah ada salju. Mungkin inilah yang pertama kali ia rasakan kali ini. Ia kini mengenakan jaket tebal cokelat beserta wig brunette sebahu dan make-up minimalis sehingga kulit cokelatnya masih memancarkan kealamian.

Ia merasakan salju itu di tangannya lalu menghela nafas kecil. Seburia menghela nafas karena ia telah sampai di tujuannya, sebuah klub spesial underground. Bukan! Ini bukanlah klub yang seperti biasa ia datangi, ini bukan klub gay ataupun klub normal. Ini adalah klub bagi 'yang tak biasa'. Entah apa maksudnya. Ia mendapatkan iklan untuk mencari seorang penghibur bagi orang-orang tak biasa di klub ini dari internet. Klub yang hanya buka pada hari kamis malam dari pukul satu malam hingga jam tiga pagi.

Klub 'Red Cresent'.

Dengan tampilan luar bagaikan gedung biasa, beton lumut dan hanya memiliki sebuah lampu neon merah kecil dengan tulisan 'Red Cresent' di atas pintunya yang merah dan terlihat tebal. Tak ada siapa-siapa di depan pintu tersebut.

“Aneh? Seharusnya ada penjaga?” Seburia berkata sendiri di dalam gang ini di mana pintu klub tersembunyi ini berada. Seburia berasumsi  dengan tidak adanya penjaga ataupun antrian, klub ini pasti amat buruk sekali. Tapi ia akan menyadari nanti bahwa ia keliru.

Klub apa ini? Nampaknya… Tunggu apakah ini alamat yang benar?

Seburia memeriksa sekali lagi lembaran iklan yang telah ia print tadi dari internet.



RED CRESENT CLUB
Mencari seorang penghibur
Bagi orang-orang yang tidak biasa.
Gaji? Dapat dinegosiasikan dengan pemilik.
SEGERA!
OLIVIERO AVENUE A9/III
Di balik remang-remang gang kecil.
Jika anda berminat. Jam 09.00 Malam.
ketuklah pintu merah tiga kali secara perlahan!
Ingat perlahan…



“Hm! Ketuk pintu merah…” Ia melihat pintu merah kecil yang berada tak jauh dari matanya. “Ah! Pintu itu.”

Seburia segera berjalan, dan ia memasukkan kembali kertas itu di tas bahunya yang berkulit macam.

Ketuk tiga kali. Nampaknya klub ini memilki keunikan. Apa berbahaya ya?… Ah! Terserahlah Seburia Cognac. Ini semua… demi uang! Suara pikirannya pun bernadakan nada banci.

Akhirnya ia sampai di depan pintu dengan sigap dan tiba-tiba terlihat jantan—walaupun dengan celana kulit hitamnya yang terlihat feminim.

Ok! Seburia! Ini dia… Ketuk tiga kali perlahan…

 Maka Seburia melakukan yang telah diinstruksikan. Ia tahu kode-kode macam ini, beberapa klub gay yang biasa ia kunjungi juga seperti ini. Sebuah kode rahasia.

Ia menunggu.

Seburia menghela nafas kembali sembari menggosok-gosokkan kedua tangannya. Cuaca kota ini masih merupakan keterkejutan bagi tubuh Seburia. Ia belum terbiasa. Yang tiba-tiba berubah dari sepuhan tropis menjadi untaian salju.

Dan Ia masih di depan pintu itu. Sabar dan kedinginan. Pria kemayu itu beberapa kali menggerutu dalam hitungan detik. Ia amat benci dingin ini. Dan, ia beberapa kali memeriksa dandanannya karena angin dingin ini ia takuti akan merusa rambutnya yang telah tertata apik tadi.

Akhirnya, setelah beberapa saat, pintu itu terbuka. Dan tampak seorang figur wanita berwajah dengan make-up yang tak kalah tebalnya dengan Seburia jika ia hendak berkencan. Rambut ikal berwarna keapian dan tahi lalat besar di dagu kanannya. Wanita itu tampak sombong. Ia memegang sebuah pipa rokok dan sembari menghisapnya pelan ia bertanya dengan nada sinis, “Mau apa?”

Seburia agak jengkel dengan wanita yang berada di depannya ini, bukan karena nada bicaranya tetapi wanita itu beberapa kali meniupkan asap rokok tepat di wajahnya yang amat ia sayangi.

“Uhm, saya ingin melamar dari iklan ini,” Seburia menunjukan selembaran tadi kepada wanita tersebut. Sang wanita aneh itu melirik dan segera berubah sikap. Ia seketika tersenyum sehingga hidungnya yang mancung sempat terlihat melebar.

Lalu ia membuang rokok tersebut dan menaruh pipanya di dalam belahan dada bajunya dan mempersilahkan Seburia masuk dengan senyuman yang amat baik.

Seburia segera masuk tanpa pikir panjang. Ia benci dingin ini. Dan ia pun tersenyum. Sang wanita bertahi lalat itu perlahan-lahan menutup pintu dan membiarkan Seburia berjalan lebih dulu daripadanya.

“Uhm, kau, ingin melamar menjadi penghibur di klub ini bukan? Maaf tadi sikapku agak kasar. Kau tahu bukan bisnis klub masih agak…”

Seburia tersenyum dan memberikan gerakan seakan-akan ia mengerti. Lalu wanita berambut jingga itu segera menimpal seraya memberikan tangannya dan menunggu jabat tangan dari Seburia, “Namaku Pheromone. Kau… siapa?”

Seburia segera menjabat tangannya, “Namaku Seburia, Uhm Nyonya Pheromone, apa bisa saya bertemu dengan pemilik klub ini? Ya! Saya memang ingin melamar…”

“Ah! Sayalah pemilik klub ini dan… Kau sudah lulus dan diterima! Kau pria yang agak…” Pheromone memperhatikan dari bawah ke atas. “…cukup beda ya Tuan Seburia?”

Seburia tersenyum dan melepaskan genggamannya dan segera mereka berdua berjalan kembali menuju cahaya. Dingin sekali tangan nyonya itu…

“Tapi kau belum melihat penampilanku…”

“Sudahlah, semenjak aku menjabat tanganmu aku sudah tahu potensimu.”

Apa maksudnya? Seburia nampak heran. Dan Pheromone memperhatikan Seburia yang baru kali ini dipanggil 'pria yang beda' dengan seksama. Lalu ia berkata sembari menunjukan tempat ini secara keseluruhan.

Segera, Seburia terpesona denga tata ruang klub ini yang dihiasi dengan lampu-lampu kristal biru dan putih, lukisan-lukisan berbau gothic dan tentunya dinding berlapiskan beludru merah. Mungkin dari inilah klub ini mengambil namanya. Seburia berputar dan menyentuh tiap senti dari dinding dan kursi-kursi yang semuanya dilapisi oleh beludru merah tersebut. Ia tak pernah menyentuh sesuatu begitu lembut selain kulit pria yang ia sukai selama ini. Ia tak pernah merasakan sensualitas dari benda-benda tersebut. Seperti kebohongan yang ia ketahui, namun ia menyukainya. Sang penyanyi asia itu tersenyum kembali dan teringat bahwa ia sedang menunggu jawaban dari Pheromone.

“Um…Nona Pheromone…”

Pheromone nampaknya sadar akan situasi ini dan ia segera berkata dengan senyuman—

“Aku…membacamu nak?”

“…apa?” tanpa sadar Seburia meringis mengejek dan agak tertawa sembari menggaruk kecil pungguk lehernya. “Aku tidak paham nyonya?”

 “Well! Bagaimana aku menjelaskannya secara singkat… Baiklah, aku membuat klub ini bagi orang-orang sepertiku.” Pheromone menelan ludah dan nampak siap, “Aku sendiri memiliki sesuatu bakat di mana jika aku menyentuh seseorang aku akan tahu segala tentangnya. Dan, orang-orang yang datang di sini; orang-orang  'yang tidak biasa'. Kau… mungkin tidak akan mengerti Tuan Seburia. Aku dan orang-orang sepertiku ini masih terbilang 'aneh' bagai kota ini. Bahkan seluruh dunia. Ya Tuhan! Jika kami mengekspos dan membiarkan ego kami untuk berkeliaran bebas dan membiarkan semua orang tahu bahwa kami sama dengan kalian dan kekuatan ini sungguh bukanlah apa-apa…” Ia meringis, berhenti dan menatap Seburia dengan keyakinan, “Mereka masih belum dapat menerima kami, mungkin, mungkin saja kami bisa dijadikan eksperimen. Kau tahu bukan, seperti dalam televisi. Dan itu adalah hal terakhir ya kuinginkan. Jadi Tuan Seburia, sebelumnya aku mohon maaf tanpa permisi telah 'membaca'mu dan aku mohon maaf telah berbohong.”

Ia menghela nafas dan memandangi meja-meja yang masih tampak kosong. “Jadi, apakah kau masih mau bekerja di sini. Sungguh Tuan, kami butuh hiburan, seperti orang biasa lainnya.”

Seburia tertegun, perasaan orang-orang 'tak biasa' ini, ia sering alami dulu di kota asalnya, pelecehan dan rasa takut. Ya! Seperti itulah hari-hari Seburia sebelum pindah ke Sydney.

Ia dan Seburia segera tersenyum. Lalu Seburia segera menimpal sembari berkata riang, “Tenanglah Nyonya Pheromone! Aku sangat mengerti. Well! Aku akan menerima ke'tidak biasa'an kalian, jika kalian menerima ke'tidak normalan' ku, bagaimana?”

Seburia merasa sinis, setengah percaya dan masih berpikir bahwa sang pemilik klub penuh dengan omong kosong namum, satu bagian tentang ’berbeda’ membuatnya simpatik…

Mereka berdua bertatap pandang dan Seburia tersenyum, lalu… akhirnya menyiarkan segelimpang tawa kecil. Dan tawa itu adalah pernyataan bahwa semenjak malam itu, Seburia telah memiliki sebuah pekerjaan.

Seburia segera melanjutkan, “Kapan aku bisa mulai bekerja? Dan tentang gaji…”

“Hm… jam berapa sekarang…” Pheromone memperhatikan jam tangan emasnya, “Ah! Sudah hampir jam sepuluh! Baiklah Tuan! Inilah saatnya, Aku percaya padamu, terserah jika engkau ingin menampilkan apa tetapi aku sungguh percaya bahwa kemampuanmu adalah luar biasa untuk menenangkan kami semua di klub ini. Soal gaji, jumlah apapun yang minta, akan kuturuti. Klub ini memilki dana tak terbatas. Baiklah, aku harus segera…” Pheromone menjentikkan jari kepada salah seorang pelayan pria yang berada di sekitar piano tua. “Charles, tolong bawa Tuan ini ke belakang oke! Ia akan menjadi penghibur kita malam ini dan seterusnya.”

Pheromone kembali berbicara kepada Seburia seraya Charles mendekat dengan elegan.

“Charles adalah salah seorang pelayan kami yang paling senior, ha ha! Jangan tertipu oleh tampang polosnya, justru… kau tahu… pelayan yang paling terkenal bekerja di sini adalah Charles. Tenanglah, Charles… tidak memiliki kemampuan apa-apa. Dan ia bisu, jadi kumohon jangan salah sangka jika ia seperti enggan berbicara.” ujar Seburia

Charles pun sampai dan nampak siap. Ia tak tersenyum sama sekali.

“Baiklah Tuan Cognac, aku pergi dulu untuk mempersiapkan yang lainnya, kupercayakan klub ini padamu oke? Good Luck!”

Seburia pun berlalu.

Charles segera menepuk bahu Seburia dan memberi isyarat untuk mengikutinya ke arah belakang panggung kayu yang berada tak jauh dari piano tadi.

Charles… Pria tinggi langsing dengan mata yang tampak mengantuk. Namun terkesan misterius dan seperti anak nakal California. Sengatan rambut pirang kecoklatan yang disisir ke belakang. Kediaman dan kebisuan itu membuatnya semakin menarik.

Seburia tak bergeming menatapnya. Ia berjalan seakan-akan bernafas tanpa aturan. Dadanya berdegup kembali. Seperti biasa, Seburia tergoda kembali terhadap aroma maskulinitas itu.

Begitu terhipnotisnya Seburia hingga ia tak sadar telah sampai di ruang ganti. Charles menepuk bahunya sekali lagi dan memberikan senyuman kecil lalu berlalu.

“Ah Sial! Aku lupa memperkenalkan diri!”

Selagi Seburia tenggelam dalam penyesalannya, perlahan ia mendengar suara lonceng aneh berdentang beberapa kali dan… akhirnya ia mendengar suara pintu merah tadi terbuka dan musik pun mulai berjalan. Tak lama setelah itu, suara derap-derap kaki dari beberapa orang nampaknya mulai memenuhi klub ini secara tak beraturan.

“Ah! Sudah dibuka rupanya…” Maka Seburia segera masuk ke ruang ganti tersebut. Ruang ganti dengan pintu bergambarkan bintang, tepat seperti dalam mimpinya selama ini; sebuah ruang ganti sendiri dengan tanda bintang, dan tak lama lagi, dengan namanya di pintu tersebut.

Seburia akhirnya masuk dengan persiapan dan segera menatap segala hal tentangnya.

###

TAK beberapa lama kemudian, Seburia telah berubah menjadi seorang pria lembut dan bertata rias agak kewanitaan, bagaimana menjelaskannya,… ia tampak… cantik sekaligus begitu pria. Dengan setelan jas abu-abu dan celana biru laut beserta dasi hitam, Dan rambut panjang bergelombang memancarkan kulitnya tampak agak lebih cerah dari biasanya. Dan tak lupa matanya, mata seroang pria yang menginginkan pria. Mata biru yang jernih bagai lawan kontras dinding 'Red Cresent'. Semua biru dan gelap ini membuat suasananya tampak lembut dan ia berada di kobaran api sensual malam di klub ini.

Ia siap—

Badan telah ada di panggung. Seburia mengintip sekilas melalui celah panggung dan mendapatkan bahwa hampir meja-meja merah yang tadinya kosong kini terisi oleh orang-orang yang nampak biasa. Seburia sudah tak mempedulikan frasa 'tak biasa' itu,  ia hanya ingin tampil, sebaik mungkin, dan menjadi terkenal! Seburia berpikir ini akan mungkin menjadi debutnya dalam menjadi sebuah kunci dari ketenarannya nanti. “Ah Tuhanku, tolong berkati aku…” Dan Seburia berdoa, sesuatu yang amat jarang ia lakukan akhir-akhir ini.

Cahaya pun mulai padam perlahan, suara bass dan piano mulai nampak.

Seburia telah diberi instruksi oleh Pheromone sebelumnya tentang lagu-lagu apa yang akan ditampilkan hari ini; yang adalah terserah dirinya dan anggota band dapat mengikuti. Nampaknya anggota band juga memiliki kemampuan khusus, entah apa sehingga mereka dapat belajar dengan cepat.

“Baiklah Seburia…” Dan ia pun segera melesat ke tengah-tengah panggung dan tersenyum.

Lampu sorot segera menyinarinya dan suara musik itupun segera bersambut dengan tepukan meriah dari suara merdu Seburia yang agak kewanitaan. Semua begitu menikmati. Sementara Seburia terlelap dalam melodinya dan cahaya beserta rasa tenar kecil itu— seorang pria berambut pirang panjang menatapnya dengan penuh perhatian.

Pria itu segera memanggil pelayan klub dan menanyakan nama Seburia.

Seburia pun memperhatikan juga pria pirang itu sedang mengawasi setiap gerakannya. Ia menjadi agak salah tingkah dan mulai tersenyum dan memberi tanda,“Ayolah tangkap aku”

Akhirnya, pria itu segera bangkit dari tempatnya dan menuju ke meja bartender. Dan tak lama kemudian, lagu itu pun usai dan semua tepuk tangan kembali memukau telinga Seburia malam itu. Kebahagian yang tenar. Seburia menyukai itu. Dan terlebih pria itu dan pandangannya yang tak bergeming dari entah apa yang Seburia telah berikan padanya malam itu.

Cahaya pun kembali normal, dan Seburia berjanji akan kembali lagi dalam 15 menit. Semua kembali bertepuk tangan seraya Seburia turun panggung.

Dan segera, ia mencari pria tadi, ia amat senang bahwa malam ini mungkin bukan hanya keberuntungannya di dunia ketenaran akan mendapatkan sebuah jalan, tetapi ia akan juga mendapatkan jalan dalam hal kebahagiaan sejati yaitu cintanya.

Akhirnya… ia mencapai meja bartender berlapiskan deretan gelas-gelas bening. Sang bartender mengenali Seburia dan menghampirinya sehingga Seburia sempat teralih, “Ah Tuan Seburia, anda begitu memukau, anda begitu… bagaimana ya?“ Sang bartender tersebut tersenyum dan Seburia menjadi terfokus pada belahan tengah rambutnya yang konyol dan amat kelimis, “Ah! Maaf, begitu bodohnya, namaku Sean D. Salam kenal Tuan, Uhm…” Ia memperhatikan gelagat Seburia yang agak terburu-buru dan mencari seseorang, “Uhm… Apakah Tuan mencari seseorang?”

“Ah! Maaf uhm… Sean! Aku sedang mencari pria pirang panjang dengan kacamata biru menggantung di kerahnya. Oh ya! Ia memakai kemeja putih dan celana hitam, a-apa kau melihatnya? Tadi di panggung aku melihatnya ke arah ini.”

“Ah! Maksudmu Tuan Lucant.”

“Siapa?”

“Lucant, Tuan Michael Lucant. Kau tahu Tuan, ia bukan dari sini… Dia orang asing. Kudengar ia berasal dari Perancis. Tapi Ai!, Ai! Ai!,” Seburia menaikkan alisnya dan semakin penasaran akan info kecil ini, “…kudengar ia pindah  ke Sydney karena melarikan diri karena malpraktek atau sejenisnya. Dan kurasa hanya kau, Charles, dan dirinya yang 'biasa' di ruangan ini. Kau tahu maksudku bukan. Ia… tak 'berkekuatan khusus' sama sekali.”

Seburia nampak senang. Ini mungkin nampak diskriminatif, tetapi Seburia tak ingin mencari dan memiliki pasangan yang dapat membaca pikiran atau sebagainya. Ia tak ingin jika mereka nanti bertengkar dan semua masalah akan terbongkar hanya karena pancaran tenaganya. Ia tak mau memiliki kekasih yang tak biasa. Ia hanya ingin seorang pria biasa dan, Michael Lucant dari Perancis itu nampaknya akan menjadi target  pertamanya yang adalah manusia biasa dan nampak cukup berminat pula.

Ketika ia hendak berjalan kembali, tiba-tiba pria pirang itu datang tepat di hadapannya dan tersenyum. Seburia menjadi salah tingkah.

Apakah ia gay? Oh Tuhan kuharap begitu.  Seburia beberapa kali berharap dan ia langsung tersenyum balik dan berkata, “Hi! Namaku Seburia, kulihat kau tadi amat berminat dengan suaraku? Uhm, apakah kau produser (tertawa)?” Seburia hanya mencoba mencari bahan pembicaran yang dapat terbalas ucapannya, ia ingin mendengar suaranya. Ia sadar bahwa sekarang ia terdengar dan mungkin terlihat bodoh.

Ia ambil resiko itu. Peduli setan dengan yang lain.

Dan berhasil! Pria itu, Lucant, menjabat tangan Seburia dengan hangatnya dan berkata dengan suara yang amat halus dan begitu amat jantan, “Namaku Michael Lucant. Ya! Aku amat berminat terhadap anda Tuan Seburia.”

Dan keheningan itu terjadi. Tatapan dan tak lama kemudian, entah bagaimana, mereka berdua sudah berada di sebuah meja. Berbicara dan bertatap muka. Begitu alami.

“Jadi… kau bukan dari daerah ini bukan?” Seburia memulai sebuah percakapan sembari menatap matanya yang hitam.

“Uhm, kau tahu? Ah! Pasti bartender aneh itu? Yah! Aku tahu ia sering membicarakan tamu-tamunya. Well, jadi ia bicara apa saja tentangku Seburia. Ah, boleh bukan jika kupanggil kau 'Seburia'? Lagipula kita nampaknya tak beda jauh dari umur dan… perilaku…”

Ah! Jadi ia… Seburia nampaknya paham signal itu. Ia begitu senang dan memancarkan kebahagiaan bagaikan purnama penuh muncul di wajahnya yang nampak berbinar cokelat dan terang. “Ja-jadi kau juga? Wah! Aku senang sekali Lucant. Jadi…”

“Aha ha! Aku juga Seburia. Omong-omong, apa kau hanya bekerja sebagai penyanyi? Kau nampaknya juga baru bukan? Karena aku sering ke sini dan kau baru kulihat minggu ini.”

“Yup! Begitulah! Aku baru diterima hari ini. Omong-omong pula, apa pekerjaanmu Lucant? Ok! Tapi jangan bilang siapa-siapa, tapi kata bartender itu kau diusir dari negaramu karena malpraktek… apa itu benar?”

Lucant merenung dan menatapnya dengan penuh misteri dan memicingkan matanya. Seburia sempat tercekam, tetapi rasa takut itu begitu menyeringai dan menyatu dalam darahnya. Ia, seorang pria yang perlahan mencair. Lucant memegang tangan Seburia dan bertanya, “Kalau iya, memang mengapa? Apa… kau jadi enggan?”

Oh sial Seburia! Bagaimana ini? Pandangan itu begitu menakutkan. Tetapi pria ini adalah idaman dan… Tunggu. Malprakteknya mungkin hanya masalah obat-obatan, karena jika tidak, mungkin ia akan benar-benar bersembunyi sekarang. Baiklah. Pertemuan ini tidak akan aku sia-siakan!

“Ma-maaf perkataanku, Aku tidak peduli.” Seburia menelan ludah dan memegang tangan Lucant, “Aku sama sekali tak peduli masa lalumu, tetapi jujur saja Lucant, aku… aku amat kesepian di sini. Aku sempat berpikir aku akan melakukan hal liar malam ini dengan siapa saja tetapi, malam ini aku bertemu denganmu dan kita… kita begitu serupa. Aku tidak akan peduli. Sungguh…”

Lucant itu kembali tersenyum dan segera memakai kacamata birunya dan berdiri.

“K-kau mau pergi, apakah perkataanku? Lucant aku…” Seburia nampak ketakutan.

“Seburia…” ia menunjuk panggung beserta Pheromone yang berada di sampingnya sedang menyeringai. “Kurasa saatnya kau tampil kembali.”

“Tapi—”

“Ini.” Lucant memberikan kartu namanya. “Datanglah ke tempatku, aku sekarang membuka praktek dokter plastik. Dan tenanglah… ini legal.” Ia tersenyum dan memberikan tanda cium di kening Seburia dengan jarinya lalu ia berlalu.

Seburia begitu senang dan segera menyimpan kartu itu dan ia segera kembali bekerja; bernyanyi dengan lebih riang dari sebelumnya. Dengan wajah memerah dan binar yang mengalahkan dinding beludru itu. Mengalun dengan angin dan jazz.

###

KEESOKAN siang…

Seburia baru terbangun di apartemen kecilnya dan dengan segera mengacak-acak baju kotornya semalam. Setelah itu ia mengambil kartu kumel yang bertuliskan nama pria yang baru ditemuinya semalam dan segera ingin meneleponnya. Tetapi sayang, di kartu itu ternyata tak tertulis nomor telepon, yang ada hanyalah namanya dan alamat.

Ia segera berkemas, memakai baju terbaiknya, parfum termahal dan rupa yang nampak begitu pria. Hari ini ia ingin terlihat maskulin. Maka, ia tak memakai wig hari ini, ataupun make-up itu.

Setelah semuanya beres, ia berangkat dengan taksi, segera mencari alamat Lucant. Dengan seksama ia mencarinya. Setiap nama jalan, blok, dan nomor gedung.

###

Akhirnya, ia sampai di sebuah gedung kecil bernuansa kuno. Ia nampak terkejut karena Lucant sudah menunggu di depan pintu itu.

“Ah! Akhirnya kau datang.”

“Bagaimana kau…?” Seburia nampak keheranan seraya ia turun dari taksi dan masuk ke dalam gedung di mana Lucant berada di depannya sekarang.

“Kau ini bagaimana? Aku semalam ke klub itu bukan? Kau tahu bukan klub itu klub untuk siapa? Tentu aku juga bukan 'orang biasa' sayang?”

Sekilas ia nampak kagum dan terpesona dengan panggilan “sayang” itu.

Tetapi—

Seburia nampaknya teringat sesuatu, entahlah apa?

Akhirnya, tanpa pikir panjang, ia pun masuk ke gedung tua itu.

Di dalamnya adalah motel kecil namun Lucant berkata, “Sebenarnya tempat tinggalku berada di basement dan ruang kerjaku berada di lantai satu. Kau mau lihat yang mana dahulu?”

“Uhm Lucant, lebih baik kau menunjukan tempatmu saja, aku… benci darah! Ok?”

Lucant tertawa dan mengajak Seburia segera ke sebuah pintu. “Baiklah, inilah dia rumahku! Hati-hati tangga turun ke bawah agak reyot. Maklumlah, gedung tua.”

Perlahan mereka berdua masuk ke dalam ruangan basement tersebut. Seburia memulai percakapan seraya meraba-raba dinding berlumut tersebut, “Uhm, apakah kau yang memiliki seluruh gedung ini? Bagaimana mungkin kau bisa membayar semua ini dan… mengapa kau tinggal di basement Lucant?”

Seburia sendiri nampak keheranan dengan suasana ini. Tapi ia masih penasaran dengan perasaan mengganjal tadi. Perasaan tentang melupakan sesuatu detil, hal yang amat penting.

Lucant akhirnya sampai terlebih dulu di bawah dan menyalakan lampu kecil di ruangan lembab tersebut.

Lalu secara mengejutkan, Lucant berbicara dengan nada sinis, “Hei! Apakah dia yang kau maksud? Mudah sekali.”

Apa!

Seketika itu Seburia melihat Charles di balik remang-remang. Heran dan amat terkejut.

Charles mengeluarkan sebuah senjata panah dan menusukkannya tepat di dada Seburia yang tak terlindungi.

Perlahan, penglihatan Seburia mulai kabur. Ia hanya melihat ringai senyum Lucant yang ia kagumi menatap Charles. Dan Lucant angkat bicara, perlahan tetapi Seburia dapat mendengarnya, “Charles, jika seperti ini terus, kita akan mendapatkan kesempurnaan di atas Tuhan. Nampaknya semalam juga tak mudah bagimu bukan. Ini…sebagai balas budiku padamu. Bagaimana?”

Seburia melihat senyuman bahagia Charles sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri.

Semua gelap.

Dalam hatinya dan dalam tak keberdayaannya ia menangis dalam hati. Hatinya tertusuk hina. Kepalsuan harapan. Dan satu hal. Sebelum ia benar-benar gelap dan menghilang. Ia akhirnya menyadari akan satu detail yang terlupakan tadi, sesuatu yang mengganjal itu, 


Lucant hanya orang biasa, tak seperti mereka. Tetapi bagaimana ia bisa. Apakah bartender Sean D berbohong atau… Oh Tuhan…”

Keheningan……  Kesadaran………

“hei… hei… bangunlah banci!”

“Sial! Nampaknya ia masih tinggi!”

“Aku tidak tega…”      
“Ah! Kau tega kemarin membunuh
Pheromone!”

“Itu… lain soalnya! Ia tak mau membayar operasi plastiknya dan membuat aku kehilangan muka!!! Lebih baik kekuatannya saja yang aku ambil!”
“Ha! Ha! Bro! Nampak luar biasa bukan, tubuh tinggi dan tampan ini…”

“Jangan berlebihan. Ini semua perjuangan…”
“Dan lima sampai enam nyawa mereka…”

“ha ha ha ha… Kau hebat!”     
“Aku tahu…”

UGH… Ada apa ini? Mengapa mereka berbicara aneh… Tunggu! Charles berbicara? Pheromone? Di bunuh?
Perlahan Seburia mulai sadarkan diri. Dan kesadarannya itu menarik perhatian Lucant dan Charles yang kini berpakaian serba putih bagai dokter dengan sarung tangan hitam kulit mereka dan beberapa mesin aneh yang nampak penuh darah dan bau amis.

###

“Ah! Nampaknya banci kita sudah bangun?”

Charles segera merengkul wajah Seburia yang berdarah dan penuh luka di sana-sini. “Maafkan kakakku. Ia tidak tega menghabisi teman kencannya dalam waktu semalam. Tapi…”

Apa!!! Menghabisi… Ka-kak? Charles adik Lucant? Brengsek kalian!!! Tiba-tiba Seburia sadar bahwa ia tak dapat mengeluarkan suara sama sekali. Suaranya hilang. Dan saat ingin melepaskan tangan, ia merasa bahwa dirinya terikat penuh. Dengan rantai besi dan luka, beserta goresan-goresan kasar disekujur kulit cokelatnya. Tetapi ia tak dapat merasakan rasa sakit—sedikitpun.

Lucant mendekat, “Sebenarnya kau bisa menjadi teman yang baik, kencan maksudku, banci!!! HA HA HA!”

“Bunuh saja, aku sudah punya suara sekarang! Untuk apalagi! Apa kau mau ambil rambut dan kepalanya pula?”

“Ah tidak! Ia sudah habis dari kebutuhan sempurna. Aku sudah mendapatkan kekuatan 'baca' dari pelacur itu. Kini kita sudah jadi sempurna bukan?”

Gila! Ini gila! Mereka bicara apa! Operasi macam apa ini…

“Operasi organ dan semuanya… bahkan… aku baru sadar kalau aku dapat memindahkan kekuatan 'khusus' orang lain ke orang lain, mengerti sayang?”

A-apa? Bagaimana?

Lucant tertawa dan mengangkat tangan berdarah Seburia sehingga ia dapat melihat tangannya sendiri yang dicengkram keras hingga sarung tangan Lucant menekan masuk ke kulit tangannya yang masih terikat kencang, “A–ku membacamu! Mengerti? Kekuatan Pheromone?”

Oh tidak! Apa ini! Seburia tak dapat berbicara ataupun berpikir, ia layaknya boneka yang sudah siap mati.

“Kakak! Sudahlah. Kita…”

Lalu Lucant segera mengambil sebilah pisau bedah yang nampak seperti pemotong kue. “Maafkan aku Seburia tapi, kami sudah tak membutuhkanmu lagi. Kami harus mengumpulkan kesempurnaan dan kehebatan di 'Red Cresent'. Uhm… sampai jumpa… sayang.”

Lucant mencium kening Seburia dan tanpa berkedip… ia menancapkan belati itu dengan liar di kedua mata Seburia, dan saat itu pulalah seorang penyanyi picisan telah kehilangan; suara, mata, dan akhirnya… ia menjadi sesuatu, tanpa bisa merasakan rasa sakit. Tetapi infeksi di seluruh tubuhnya perlahan akan menggerogotinya dan dengan suasana panas perih, namun ia tak dapat mengetahuinya ataupun berteriak meminta tolong atas namanya.

Inilah hal yang tak biasa bagi seorang Seburia Cognac. Seburia yang tak lagi hidup dan tak lagi mati.

###