ZILCH 04: THE FELONY FELLOW

THE FELONY FELLOW
Simon Albert
1987

NAMAKU Simon Albert. Pekerjaanku adalah seorang fotografer di Daily Moore, koran harian kota kecil Morecambo. Aku sangat suka memotret semenjak aku masih duduk di bangku sekolah. Biasanya aku amat senang memotret serangga-serangga yang sering hinggap di belakang taman sekolah. Dan… biasanya aku selalu ingat membuat figura dari hasil-hasil karya amatiranku kala itu dengan kulit-kulit kerang yang dulu juga amat senang aku koleksi.

Banyak pujian yang datang, banyak para guru amat senang dengan objek-objek yang kuambil. Tentu saja, semenjak saat itu aku semakin menggilai seni memotret. Aku seakan-akan terdorong keluar jalur, mulai menikmati saat-saat aku dapat 'mengendalikan' dan membuat momen-momen yang kuanggap sempurna dan indah terpaku di sana dan, siap untuk aku raih dengan tustel kakek. Sebuah tustel hitam, dengan berat yang cukup lumayan.


Tapi––Ha ha ha! Aku tidak perlu meminjam tustel kakek yang sering macet itu lagi. Yup! Akhirnya aku telah membeli sebuah tustel sendiri dengan gaji selama dua bulan awal aku bekerja di Daily Moore.

Ya… Bagaimanapun juga, masa-masa indah sekolahku adalah jasa terbesar yang membuat hidupku berubah. Aku amat, bisa dibilang, termotivasi akan pujian-pujian itu. Bagaimanpun juga, kala itu aku masih seorang remaja yang sangat menggebu-gebu. Hal apapun yang mereka katakan dan mereka anggap aku baik dalam hal itu, maka akan kulakukan. Mungkin jika mereka mengatakan aku amat jago dalam sepak bola maka aku akan melamar di Manchester United setelah aku lulus kala itu. Tapi––tentu saja… gairahku hanya tetap pada satu hal, yaitu memotret.

Aku sendiri bukan tipe pria yang suka berolahraga. Tubuhku terbilang kurus, malah terlalu kurus. Tinggi, putih pucat, rambutku biasanya kubiarkan pendek seperti hampir botak. Karena jika panjang, mereka akan berantakan, seperti keriting bergelimpangan acak saat baru bangun tidur—

Para gadis di Inggris biasanya memperhatikan hal yang satu ini. Jadi… semenjak aku bekerja di Daily Moore, aku amat sangat rajin memotong  rambut setidaknya sebulan sekali. Lagipula, gajiku cukup lumayan.

Ya! Begitulah… Aku selalu menangkap momen yang selalu 'sempurna dan menjual' secara… kebetulan ada tepat di sekitarku––hal ini, teman-temanku biasa bilang sebagai 'Keberuntungan-yang-super-tidak-mungkin!'

Tetapi semua itu mungkin! Apa Tuhan memberkatiku?

Yang jelas, berkat ‘Keberuntungan-yang-super-tidak-mungkin’ itu, aku dapat tinggal di apartemenku sendiri. Dan kadang pacarku, Lisa, sering bermalam dan mungkin tak lama lagi kami akan segera menikah—

Ya! Lisa… Aku hampir lupa tentang dia.

Lisa adalah gadis tipikal Eropa; tinggi, semampai, mata besar dan berhidung seperti kenop pintu kecil yang lucu. Suaranya amat seperti anak kecil—tetapi ia lebih dewasa daripada aku, sungguh! Aku amat lemah dengan hal semacam hitungan dan keuangan oleh sebab itu, aku sepenuhnya menyerahkan seluruh keuanganku padanya.

Lisa memang dapat aku percaya, aku tahu ia akan menjadi ibu yang baik. Aku selalu membayangkan ia akan selalu berada di rumah yang nantinya akan kubeli di pojok alun-alun kota Morecambo, menungguiku pulang kerja dengan senyuman dan mungkin, aku membayangkan sedikit lebih jauh… seorang anak… Mungkin dua… atau kembar? Ah! Indah sekali… Aku tak sabar nutuk melamar dan mengajaknya menikah.

Menikah. Ya! Tapi––

Ada sedikit kendala antara aku dan Lisa, dan kendala itu adalah pekerjaanku sebagai seorang fotografer.

Bukan! Bukan berarti saat aku menikahi Lisa maka aku akan berhenti menjadi seorang fotografer, masalahnya adalah pekerjaan 'rahasia'-ku dengan para 'rahasia' yang lain.

Aku takut membahayakan nyawa Lisa dan mungkin, seluruh keluargaku. Oleh sebab itu, aku memilih tinggal sendiri dan aku, sama sekali tidak pernah meminta Lisa untuk tinggal bersamaku… Mungkin nanti. Setelah aku puas dengan perkerjaanku ini. Proyek yang menguntungkan bagiku dan seluruh dunia.

“Super-tidak-mungkin yang sangat menguntungkan. Dan itu aku lakukan atas dasar inspirasi…”

Yup! Inspirasi yang kadang kau temui saat baru bangun pagi, atau… saat kau sedang mandi di shower—tertegun kosong menatapi dinding dan tiba-tiba! BAM! Kau menemukan ide itu secara mendadak. Orang lain akan mengatakan bahwa ini adalah wahyu dari Tuhan tetapi, aku mengatakan ini adalah karena intelegensiku yang sangat lihai!

Ide itu? Aku tidak akan langsung mengatakannya begitu saja!

Begini… Aku akan menceritakan sedikit cerita hidupku…

###

RENCANANYA, Hari ini aku akan bertemu seseorang, salah satu klien 'rahasia' yang akan aku ambil gambarnya, dan asal tahu saja. Ini memang sangat berbahaya. Bahkan Lisa tidak tahu aku telah melalukan ini sekitar… Entahlah, sepuluh atau… sebelas kali?

Aku lupa–– Mereka terlihat sama.

Sekarang aku sedang menungguinya di sekitar jalan Willsburry.  Di dalam dingin yang super sial! Jaket dan sweater dua lapis rupanya tidak cukup menangkal dingin dan kabut tipis ini.

“Mana dia…?” Aku menggerutu sendiri dalam gelap di antara lorong-lorong gedung berbata. Aku memang sedang berada di kawasan pabrik-pabrik. Agak dekat dengan daerah pembangkit tenaga listrik––kurasa––karena aku dapat melihat banyak menara listrik di sekitarku. Dengan lampu-lampu yang menyala-mati seperti bintang. Andai aku membawa rol lebih, pasti akan kupotret semua ini.

La-ma…

Sesekali aku meniupkan udara hangat di sarung tangan tebalku. Ah! Seharusnya aku membawa stok Whisky tadi.

Hm…Masih ada sedikit di apartemen…

Saat lamunanku mulai menyebar tak jelas, aku mendengar suara derit mobil di antara gedung-gedung dengan lampu bertegangan rendah yang menjulang tinggi tersebut.

Aku menengadahkan kepala dan mencari di sekitar jalanan yang amat sepi. Dan di sanalah dia…

Sebuah berita utama yang akan kubuat; dengan karyaku yang lain daripada mereka yang 'rahasia'.

Ini dia…

Baiklah… Ini dia Simon!

Aku menyiapkan diriku sendiri.

Aku berjalan sembari tersenyum ke arah mobil coklat seperti jeep yang terparkir tak jauh dari tempat di mana aku bersembunyi dalam bayangan tubuh gedung tadi. Sang supir menyalakan lampu sen berkali-kali––menyala dan mati, seperti sedang memberi isyarat agar aku masuk ke mobilnya…

“Oh… Aku harap yang ini tidak separah yang lain…” Aku menggerutu cemas.

Cemas? Ya! Mengapa?––

Ok! Inilah rahasia besar itu…

Hampir setiap minggu, akau akan mendapatkan sebuah janji istimewa…

Dengan para rahasia tersebut—

Ya! Itulah rahasia super-tidak-mungkin yang sangat rahasia tersebut; rahasia yang… lebih luar biasa bila dibanding hanya untuk meliput tentang seorang maniak yang gemar memotong kepala dan kisah seorang anak gadis dari bos minyak yang secara misterius menghilang ataupun mitos-mitos tidak jelas tentang seorang wanita berambut merah yang dapat terbang!

Pah! Ini lebih hebat.

Ya! Ini hebat! Karena aku… dapat bertemu dan mengambil foto mereka (jika mereka mau), para pembunuh di kawasan Eropa––atau setidaknya Inggris. Cukup luar biasa, bukan?

Bagaiamana aku mendapatkan info dan pengetahuan?

Well! Anggap saja aku memiliki teman yang memiliki teman dan, ia memiliki teman yang kenal teman sang pembunuh atau bahkan informan terpercaya polisi dan, informan itu punya teman yang… Ha!––yang jelas… Aku punya banyak narasumber! Dan semuanya… dapat aku percaya.

Mereka… juga punya visi yang sama denganku… kurasa—

Lampu sen yang menyala-mati itu akhirnya meredup saat aku telah berada dekat dengan mobil jeepnya. Aku memperhatikan bayang-bayang hitam sang sopir yang juga kutahu seorang pembunuh…

Ah! Sial! Sudah sering aku melakukan hal ini tetapi, perasaan mual dan tegang itu masih ada!

Sejujurnya, perasaan itulah yang membuatku senang selama ini. Seperti menantang maut, hanya saja maut itu berupa manusia biasa seperti aku. Mungkin yang membuat kami berbeda adalah mental dan otak kami—mungkin…

Udara sangat dingin dan aku tersenyum, melambaikan tanganku sembari gigiku bergemeletuk, “H-hi! Apakah kau 'CURIO'?” Aku bertanya sembari tetap berusaha ramah. Sungguh! Dingin dan tegang menyatu membuat tubuhku semakin merasa tertekan. Ingin sekali aku berjingkat-jingkat dan bergoyang sembari berteriak entah apa, namun ini adalah sebuah pertemuan antara klien dan diriku. Profesionalisme adalah mottoku.

Jadi aku terus berusaha tersenyum padanya. Meski kurasa dia pun tahu bahwa aku tidak berkenan tersenyum padanya bagaimanapun juga.

“Hi! Apakah kau…?” Aku berusaha bertanya kembali sembari semakin mendekati mobil jeep tersebut.

Ia pun perlahan keluar dari mobilnya, dengan jaket panjang berwarna krem, jaket bulu yang agak sedikit kusam, dan rambut yang tersisir ke belakang, sangat rapi dan…

Ah!––

Luar biasa! Baru kali ini aku melihat! Ternyata, di balik diam dan rasa maskulinitas tersebut, sang pembunuh ternyata adalah seorang wanita!

Apa ia benar-benar wanita? Tunggu! Apa ini CURIO?

Aku mencoba menanyakan lagi kepastian identitas sang klien, “Maaf, apa… kau benar-benar CURIO?”

Ia melihat ke sekeliling, matanya amat tajam. Mata yang indah.

Nampaknya ia masih tidak begitu percaya padaku.

“Hmm…” Ia tersenyum setelah yakin semua area benar-benar bersih. Kurasa…

“Ya! Ada apa? Apa kau heran melihatku sebagai seorang wanita… Uhm… Tuan Albert?” Wanita itu berujar halus. Lipstik dan eyeshadow merah. Ia merapatkan jaket kusamnya sembari berjalan mendekatiku. Memasukkan kedua tangannya yang lentik ke dalam sakunya.

Ia mengeluarkan sekotak Virginia Slims dan mengambil sebatang dari pak. Lalu, dengan amat sangat halus dan anggun ia menyalakannya.

Seperti Kucing betina…

Hanya itu yang ada dalam pikiranku. Hampir saja aku melupakan Lisa… Oh Tuhan! Ia sungguh cantik dan sungguh tidak mungkin, jika saja aku tidak tahu ia adalah seorang pembunuh maka, mungkin aku akan mengajaknya kencan malam ini juga. Tetapi… untung saja aku tahu… Oh ya—

“Aku masih terheran-heran, bagaimana kau mendapatkan alamat dan nomor teleponku tetapi, aku lebih heran bahwa kau mau repot-repot 'memasarkan' seorang pembunuh? Beritahukan padaku, Tuan Albert, apakah ini caramu untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang banyak?” CURIO bertanya dengan asap rokok yang mengitarinya.

“Uhm… Begitulah… Aku tahu, biasanya orang… uhm…(menelan ludah) seperti kalian, amat sangat gemar popularitas. Aku tahu ada sebuah mitos di kalangan kalian, 'Jika ingin terkenal, buatlah dirimu di tangkap dan kemudian kaburlah!' Ah! Karena itu… Aku membuatnya lebih mudah.” Aku sangat cemas, takut ia akan tersinggung saat aku menyebutkan kata 'seperti kalian'.

“Ah! Aku mengerti! Membantu kami meraih popularitas tanpa kami harus bersusah payah untuk tertangkap. Jadi… ini cukup menarik juga… Katakan padaku, sudah berapa banyak klienmu, Tuan Albert?” Ia tersenyum halus.

Aku berpikir keras, aku masih belum dapat memperkirakannya, “Mung…kin, sekitar sepuluh atau sebelas… Entahlah… Aku tidak suka menghitung.”

“Ha ha ha! Lucu sekali Tuan Albert. Saya suka perilaku Anda yang polos.” CURIO berujar sembari tertawa.

Lalu… sempat ia terdiam dan memperhatikanku dari atas kepala sampai ujung kaki dan, “Baiklah, nampaknya saya bisa percaya pada Anda. Ayo––” Ia membuang puntung rokoknya dan memberikan isyarat bagiku untuk masuk ke dalam mobilnya.

Oh tidak! Bukankah seharusnya kita mengambil foto di sini saja?

“Ada apa Tuan Albert? Apa kau tidak percaya padaku? Oh, aku sedih sekali.” Wajahnya memberikan ekspresi memelas.

Aku takut. Aku akui itu. Sudah sekian lama aku melakukan ini dan salah satu aturan dalam permainan bodoh ini adalah, 'Jangan pernah satu mobil dengan sang pembunuh', namun nampaknya malam ini akan kulanggar. Tetapi, jika aku menolak, mungkin… aku akan menyinggungnya dan pada akhirnya… mungkin saja aku akan mati di tangannya bagaimanapun juga. Jadi, tak ada pilihan lain… kurasa––

“Ah! Bukan, tadi kukira kita akan melakukan pemotretan di sini. Ini tempat yang bagus. Tetapi… Jika kau suka tempat lain… Mari…” Aku masuk ke mobilnya dengan segera. Lalu duduk dan mengencangkan sabuk pengaman. Sembari menunggu ia masuk mobil, aku terus-menerus mencoba menenangkan diri. Aku tidak boleh terlihat bodoh dan gemetar di hadapannya. Aku akan nampak seperti seekor mangsa yang ketakutan di antara kumpulan serigala lapar!

“Ah! Kau lihat menara-menara pembangkit listrik itu?” Ia pun masuk, menunjukkan menara-menara listrik itu di kaca spionnya.

“Ah ya! Kita mau ke sana?”

“Ya. Begitulah. Mari… Kau hanya akan memotretku saja bukan? Jadi ini tidak akan lama. Aku… ada keperluan lain…” CURIO tersenyum sangat sopan sekali dan membuatku sedikit tenang, tapi yang membuat hatiku damai adalah saat ia mengatakan bahwa ia hanya punya waktu sebentar karena ia masih ada urusan.

Syukurlah, ia hanya memang mau difoto. Ini tidak akan susah! Ini akan sangat mu-dah!

Aku amat lega. CURIO nampaknya hanya akan senang jika difoto saja, ia tak ingin membunuhku! Ia hanya mengganggap aku sebagai batu loncatan.

Maka, aku pun tersenyum balik dan merelakan diriku pergi bersamanya—di dalam mobilnya yang coklat.

###

DALAM perjalanan awal melewati kawasan pabrik dan jalanan yang amat sangat sepi, aku masih agak sedikit panik karena, aku masih ingat saat temanku, Marshall, membuat laporan tentang CURIO ini. Sang pembunuh keji yang amat gemar memotong perut para korbannya dan mengeluarkan isi seluruh perut mereka dan disajikan tepat di hadapan tubuh sang korban yang telah mati. Biasanya sang korban adalah wanita, dan biasanya pola lokasi mayat-mayat diketemukan adalah di hotel-hotel. Seperti layaknya mereka baru bercinta.

Lesbi? Ya! Aku sudah memikirkannya. Itu masalah orientasi sang pembunuh. Aku tidak begitu peduli. Aku hanya ingin uang mereka.

Yup! Aku tidak peduli jika pembunuh yang berada di sampingku ini amat senang memotong tubuh, memakan daging manusia, mencekik, memperkosa, apapun itu, asalkan mereka menghasilkan uang dan hal yang mendamaikan hati.

Maka, itu saja sudah cukup! Sungguh.

“Uhm… Tuan Albert, Berapa aku harus membayarmu? Biasanya kau… dibayar berapa oleh 'teman-teman' sejawatku?” Matanya masih tertuju pada jalan yang kelam. Di sekitar kami hanyalah ada rerumputan dan ladang separuh gersang.

“Oh! Aku biasanya justru tidak menerima bayaran. Begini Nona… Aku akan membuat seakan-akan dapat memotret anda, dan dari itu, koranku, bahkan kadang koran lain (Aku mengangkat alis, menunjukkan rasa bangga) akan membayar lebih untuk itu. Tapi… jika kau ingin membayar… Ha ha ha, itu kuserahkan padamu Nona CURIO.”

“Ah! Anda baik sekali. Katakan, darimana anda dapat ide ini Tuan Albert? Sungguh, jika seperti ini terus, mungkin anda akan jadi jutawan! Dan CURIO ini akan kalah tenar di banding anda…”

Aku menatapnya seakan-akan tertegun dan bangga lalu, aku mencoba tenang dan rendah hati, “Ah… hanya inspirasi bodoh  Nona CURIO. Inspirasi bodoh––”

“Ah––begitu…” CURIO kembali menatapi menara-menara itu yang semakin lama muncul dan terlihat jelas.

Dan––

KREETTT!–– Ia memberhentikan mobilnya, nampaknya kita berdua telah sampai.

Kita berdua segera turun dari mobil.

Pasir… Sepi sekali…

Dan syukurlah karena aku takut ia akan bertanya lebih daripada itu. Aku tidak mau CURIO mengetahui rencanaku yang sebenarnya…

Ya! Biasanya mereka akan lari––

“Di sana!” CURIO Segera menunjuk ke arah salah satu menara tertinggi di ladang yang penuh menara pembangkit tenaga listrik ini. Ia berjalan terlebih dulu. Nampak sangat girang.

Aku pun menyiapkan semua peralatan memotretku dan berteriak, “Kau duluan saja nona, aku mempersiapkan alat-alatnya dulu…”

“Ah! Ya–– Cepatlah Tuan Albert…” Ia berteriak dari kejauhan. Angin menggaungkan nadanya. Tapi itu takkan lama lagi.

###

TUSTEL telah kusiapkan, sedari tadi aku menyimpannya di dalam jaket tebalku. Dan ada beberapa hal lain… yang harus aku siapkan. Di saku, di kantung dan di sekitar pergelangan tanganku. Yang jelas, jika kau ingin berhadapan dengan seorang pembunuh kau… harus berpikir seperti seorang pembunuh pula. Kau harus mempersiapkannya seorang diri—Pembelaan. Dan mungkin kau pun harus merasuki kemungkinan hal yang tidak mungkin––kejiwaan dan strategi versi psikopat. Dan persenjataan kecil-kecilan adalah bentuk perumpamaan tersebut.

“CURIO… Di mana?” Aku bertanya sembari mendekatinya yang masih melihat ke kanan dan ke kiri. Ia nampak seperti seorang gadis kecil yang baru pertama kali ke sini. Nampak kagum dan terpesona dengan lampu dan bangunan-bangunan kurus nan tinggi tersebut yang terpampang di hamparan langit hitam kelam.

“Uhm… Menurutmu Tuan Albert, apa sebaiknya background ini?” Ia menunjukkan sebuah gardu besar. “Lalu, apa yang harus aku lakukan. Uhm… Maskudku gaya seperti apa?”

Sungguh… Aku tidak bisa percaya bahwa yang berada di hadapanku adalah seorang pembunuh yang amat gemar merobek perut seorang manusia dan menyajikannya dalam piring. Ia nampak begitu polos, mungkin ia seumuran Lisa dan mungkin ia adalah seorang mahasiswi biasa. Perilaku yang begitu berbeda. Ia membentangkan tangan dan menatapi langit malam.

Begitu indah… Dirinya––

Tunggu!

Aku tidak boleh terpesona. Ini harus aku lakukan. Demi Lisa dan rencana pernikahan. Demi uang, dan demi dunia! 

Ya! Dunia yang damai!

“Baiklah, aku ingin kau berlagak seolah-olah hendak berjalan dari sisi sana ke gardu itu, anggaplah kau tidak melihatku. Jadi… seakan-akan aku memotretmu diam-diam.”

“Ah!” Ia tersenyum.

CURIO segera melakukan apapun yang aku suruh. Dari bergerak, menatap apapun hingga memamerkan mimik wajahnya yang mencerminkan seorang pembunuh yang sedang membuang mayat.

Luar biasa… Momen sialan ini!!!

Ia begitu alami. Dan semua bidikanku sungguh luar biasa. Ya! Seperti biasanya, aku seperti melakukan hubungan intim dengan kameraku. Sepertinya aku hampir saja mendapatkan kepuasan sinting istimewa itu saat aku menyaksikan dirinya yang berlagak seperti pembunuh yang sedang kuintip diam-diam.

###

AKHIRNYA—

“Su-dah! Terima kasih CURIO!” Aku berteriak dan memanggilnya.

Ia berlari sembari kembali memasukkan kedua tangannya yang lentik ke dalam saku jaketnya.

Sementara aku sedang membereskan potongan-potongan tustel dan rol yang kemudian kembali aku masukkan ke dalam jaketku.

Apa tidak takut rusak, katamu? Inilah hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Aku hanya memakai tustel murahan. Aku tidak memerlukan tas istimewa. Lagipula, rencananya adalah membuat seolah-olah foto-foto tersebut layaknya foto biasa. Dan jika mereka mengetahui bahwa hasil fotoku terlalu bagus… itu… akan menjadi sedikit masalah. Lagipula, semua foto itu bukanlah prioritas utamaku…

Sembari aku masih mengepak dan mencopot satu persatu bagian tustelku, aku mengajaknya sedikit pembicaraan, Prolog sebelum fajar itu menyinsing kelam “Uhm… Jadi kau mau pergi setelah ini?”

“Ah, begitulah… aku… ada sedikit kencan.” Ia tersenyum sembari menyenderkan tubuhnya ke kap mobil dan menatapi bintang.

Kencan… Oh dia mau melakukannya lagi… Harus kuhentikan… Ya!

“Uhm… Nona CURIO! Bisakah kau melakukan satu hal untukku?” Aku bertanya setelah menaruh seluruh perabotanku ke dalam saku-saku jaket––menyisakan sebuah tali tustel dan segenap keberanian.

Ia berbalik wajah menatapiku dan…

BUKKK!––

Ia terjatuh ke atas kap mobilnya, atau lebih tepatnya, aku mendorong pembunuh gila itu ke kap mobilnya yang terkutuk!

Dengan segera aku mendekatinya, mencengkram dan mencekiknya dengan tali tustel yang kutarik amat kencang.

Ia berusaha melepas diri, dan untunglah aku mengunci seluruh tangan dan kakinya. Aku tahu ia pasti menyimpan beberapa persenjataan di antara pergelangan dan sakunya. Maka itu, aku harus berjaga-jaga! Ingat! Berpikir seperti seorang pembunuh?

“Ugh…” Ia berusaha berteriak.

Oh! Indah sekali. Saat aku menyaksikan wajahnya memerah, lalu… perlahan-lahan mulai pucat. Seperti hendak menangis. Eyeshadow-nya luntur karena air mata. Dan dengan senangnya aku menjambak rambutnya dana menamparnya beberapa kali. Mengutuk namanya, mengutuk kesialannya, mengutuk dirinya…

Ah! Kepuasan yang tidak bisa aku dapatkan dengan yang lain. Mungkin karena ia wanita?

Bukan!

Tetapi karena ia adalah seorang pembunuh wanita!

Aku menariknya semakin kencang dan akhirnya, pergumulan itu tidak berlanjut lagi… Ia sudah tak bergerak layaknya langit malam yang senyap dan kelam tak bergerak.

Akhirnya—

Perlahan-lahan aku melepaskan pegangan dan kuncianku. Berkeringat dan lelah. Tentu saja, aku harus mengumpulkan segenap keberanian untuk melakukan ini. Membersihkan dunia dari kekotoran dan menghasilkan uang daripada mereka. Darinya.

CURIO…

Aku membiarkan CURIO tergeletak di tanah. Lalu aku mendekatinya dan bertanya sekali lagi,

“Hal yang ingin aku tanyakan adalah… Apakah… kau… ingin membantuku dalam membersihkan dunia ini dari kekotoran manusia macam dirimu, Nona CURIO?”

Aku terdiam. Ia pun terdiam dan semua khalayak angin, menara dan langit pun demikian.

Aku mengerti––

Akhirnya aku membawa jasad CURIO ke dalam bagasi mobilnya.

Satu hal yang baik tentang ini adalah, kadang kau bisa memakai mobil mereka umtuk sementara waktu. Ya! Para penjahat seperti mereka kadang juga suka mencuri mobil jadi, aku tidak bisa terlalu berlama-lama. Lagipula, aku hanya perlu mobil ini untuk melakukan transaksi yang satunya lagi…

Ah ya, besok.

Itu… benar.


—————————————


KEESOKAN paginya, di apartemenku…

Aku terbangun karena suara deringan telepon. Sekarang baru jam setengah 6 pagi dan matahari masih belum sebegitu terang.

“Ah…Ya! Halo!” Aku menjawab malas.

“Uhm… Tuan Albert, saya Jameson Brooke. Kau… mau bertemu denganku?” Suara parau dapat terdengar, aku mulai tersadar dan kegirangan.

Ah! Ia merespon! Syukurlah, jadi malam ini aku dapat membuat foto itu. Akhirnya…

Aku segera bangkit dan melihat gedung-gedung tinggi di luaran, "Ah! Ya! Kau ingin menjadi terkenal bukan Tuan… Brooke? Saya akan membantumu…”

###

DAN itulah dia, perjanjian rahasiaku sehari-hari. Tetapi, ada apa dengan mayat-mayat ‘mereka’ yang kusimpan?

Ha ha! Inilah dia.

Kau tahu? Kepuasanku dalam memotret adalah ini…

Sebuah keajaiban gambar yang luar biasa  sinting. Lisa tidak akan tahu tentang ini karena ini akan kusimpan hingga aku mati.

Sebuah karya seni. 

Aku telah melakukan versi Vladimir Dracula dengan gaya pasak di mana aku membuat mayat-mayat mereka ditusukkan ke pasak yang tinggi; lalu aku pun pernah melakukan versi perjamuan terakhir di mana hampir mirip aku melakukan sedikit pembedahan seperti yang CURIO lakukan––mendudukkan mereka di antara meja besar dan di meja itu aku, menghidangkan apa yang seharusnya menjadi isi dari perut mereka. Dan oh! Itu… sangat luar biasa… Sungguh!

Dan kali ini seniku bertemakan 'Bukit Golgota'.

Ya! Seperti saat Yesus di salibkan dengan dua orang di atas bukit? Itulah yang akan kulakukan dengan jasad CURIO, lalu yang kemarin… Uhm… siapa namanya… Vendell… Vendell Young? Dan satu lagi malam ini.

Dengan tiap mayat mereka akan kubuat bukit Golgota versi si hebat Simon Albert. Versi gelap dan suram namun akan mendamaikan dunia!

Nah… sekarang aku bertanya? Apakah karena aku membunuh mereka para pembunuh… dan kumohon jangan perhatikan detil mengenai aku mendapatkan uang dan kepuasan batin karena foto-foto itu, perhatikanlah bahwa aku sekarang sedang berusaha membantu membersihkan dunia.

Jadi sekarang… menurutmu…

Apakah aku jahat atau tidak?

Itu saja? Karena sunguh, sampai saat ini…… Aku hanya menganggap diriku sebagai sebagian kecil orang yang berusaha membuat dunia menjadi tempat yang sesungguhnya layak untuk di tinggali. Dan caraku hanyalah sebagian kecil dari cara-cara lain yang ada di dunia ini. Mungkin bagi semuanya aku terlihat ekstrim tetapi, jangan menjadi munafik dengan kebencian kalian dengan para perusak ketenangan hidup kalian itu, justru dengan ini kita akan membuat tegas pada mereka bahwa, mereka telah melakukan kesalahan dalam hidup mereka. Itu saja.

Ya, itu saja.

Sekarang… Aku harus bersiap-siap untuk… Tuan Jameson Brooke.

###